Tag Archives: eating cuy

Culinary Adventure – Cuy

Hari ini, Genara (my Spanish teacher) mengajak saya ke ‘cuyeria’, rumah makan yang khusus menyajikan cuy atau guinea pig. Cuy adalah makanan khas yang bisa ditemui di beberapa negara Amerika Latin, termasuk Peru. Di Cusco, banyak restoran di tengah kota yang menyajikan cuy, namun harganya relatif mahal dan tidak terlalu orisinil karena sudah disesuaikan dengan lidah turis asing. Di restoran-restoran ini, cuy disajikan dalam bentuk potongan, dilengkapi dengan pasta dan sayuran, dan bisa diperoleh dengan harga sekitar 60 soles. Cuy terenak sebenarnya ada di daerah Tipon, sebuah kota kecil berjarak setengah jam dari Cusco, namun karena saya sudah penasaran luar biasa untuk mencobanya, ditambah dengan kemungkinan bahwa saya tidak sempat mengunjungi Tipon, maka saya tak keberatan untuk menjajal cuy di Cusco.

Restoran yang kami kunjungi berada di luar area turis, sekitar sepuluh menit naik taksi dengan biaya 5 soles (Genara yang menawar, tentunya). Sebuah cuy utuh di restoran ini dihargai tiga puluh soles, tapi karena kami minta supaya cuy disajikan setengah untuk masing-masing, harganya jadi tiga puluh lima soles karena ada side dish ekstra.

Saya pernah melihat guinea pig yang masih hidup, yang menurut saya imut sekali, gabungan antara hamster dan kelinci (sebenarnya sih nggak mirip sama sekali dengan kelinci, tapi entah kenapa saya merasa begitu). Tapi, ketika melihat separuh guinea pig terpampang di piring, harus saya bilang bahwa tak ada keimutan yang tersisa. It’s just like a dead rat.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Ingatan akan tikus mati tentunya tak menggoyah keinginan saya untuk mencoba, walaupun sedikit mempengaruhi selera.

Dengan gagah berani saya mulai menarik kulitnya dengan tangan, lalu menggigitnya. Ternyata liat. Menurut Genara, cuy yang sangat enak harusnya mempunyai kulit yang crunchy, seperti kripik ketika digigit.

Setelah mengunyah kulit yang liat itu, saya merasa perlu istirahat dulu sebentar dan akhirnya mulai mengutak-atik side dish yang ada di piring. Ada dua jenis kentang yang rasanya biasa saja, dan ada sebuah gorengan yang ternyata sejenis paprika yang diisi dengan sayuran. Nyam nyam, di luar dugaan saya suka dengan rasa sedikit pedas yang dikombinasi dengan kriuk tepung di bagian luar dan sayuran di dalam.

Kembali ke cuy.

Saya menguliti cuy di piring saya dan menyisihkannya, karena setelah kunyahan pertama tadi sepertinya tak ada harapan lebih lanjut untuk memakan kulitnya. Daging cuy ternyata empuk dan rasanya…yah…tidak seperti daging lain yang pernah saya makan. Tekstur dan empuknya mungkin mirip daging ayam (kalau saya makan dengan mata tertutup dan berusaha memikirkan hal-hal indah), hanya rasanya agak melenceng sedikit ke arah yang tak dikenal. Saya membalik cuy di piring, dan ternyata ada olesan bumbu berwarna hijau yang sekilas mirip saus pesto tapi tentu rasanya berbeda. Saya sebenarnya suka dengan rasa sausnya, tapi entah kenapa kalau dimakan bersamaan dengan daging cuy menurut saya kok malah jadi ‘off’—di mulut saya terasa seperti tengik dan…yah…rasa itu memunculkan bayangan tikus mati tadi.

Saya mulai mengutak-atik side dish lagi. Kali ini saya bertanya ke Genara bulatan kehitaman yang ada di piring saya sebenarnya apa, apakah sejenis kentang?

“Bukan, itu campuran kentang, bumbu-bumbu, dan organ-organ di perut guinea pig.”

Ahem. Okelah. Saya toh pernah makan jeroan kambing dan masih selamat sampai sekarang, jadi tak ada salahnya mencoba. Saya mengambil sepotong, memasukkannya ke mulut, dan detik itu juga hampir memuntahkannya lagi. S**t!

IT TASTES like S**T!

That’s it. Tak diragukan lagi bahwa ini adalah pengalaman pertama sekaligus terakhir makan jeroan guinea pig.

Setelah menghabiskan cuy (hampir), saya memperhatikan restoran yang mulai ramai oleh pengunjung, yang semuanya orang lokal. Kebanyakan dari mereka ternyata memesan sejenis cuy (saya lupa namanya) yang digoreng tepung (cuy yang saya makan dipanggang). Di piring, tampilannya jauh lebih manusiawi. Bahkan menurut saya dari jauh tampak seperti ayam goreng tepung raksasa. Menurut Genara, itu adalah menu yang baru belakangan muncul dan semakin populer, dan merupakan spesialisasi di Arequipa.

Aha!

Saya akan meninggalkan Cusco di hari Minggu dan tiba di Arequipa hari Senin (delapan jam perjalanan dengan bis). I’ll definitely try one over there.

So, until the next cuy (or whatever the name) adventure.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

4 Comments

Filed under Peru, Travel